Menghadapi berakhirnya masa operasional sebuah kawasan pertambangan, sebuah tantangan besar muncul: bagaimana mempertahankan dan bahkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengandalkan sumber daya mineral yang terbatas? Jawabannya terletak pada perencanaan strategis untuk Transformasi Ekonomi Lokal menuju Industri Hijau yang berkelanjutan. Proses ini merupakan keniscayaan demi mencapai Kemandirian Finansial jangka panjang, mengubah area yang bergantung pada ekstraksi sumber daya menjadi kawasan yang mandiri berbasis inovasi dan kelestarian lingkungan.
Transisi dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi hijau memerlukan roadmap yang jelas dan dukungan multi-pihak. Fokus utama dari Transformasi Ekonomi Lokal ini adalah diversifikasi sektor, pelatihan ulang tenaga kerja, dan rehabilitasi lingkungan pasca-tambang. Proses ini harus dimulai jauh sebelum tambang ditutup secara resmi. Sebagai contoh, di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang dikenal sebagai salah satu sentra batu bara terbesar, Pemerintah Daerah telah menetapkan program post-mining yang dimulai sejak Januari 2023 untuk mengantisipasi penutupan beberapa konsesi besar pada tahun 2030.
Salah satu pilar utama dari Transformasi Ekonomi Lokal adalah pengembangan sektor pariwisata berbasis alam (ekowisata) dan agrikultur berkelanjutan. Lahan bekas tambang yang telah direhabilitasi dapat diubah menjadi danau buatan untuk perikanan budidaya atau kawasan arboretum untuk penelitian botani. Sebagai ilustrasi, lahan pasca-tambang seluas 200 hektar di Kecamatan Sanga-Sanga sedang dikembangkan menjadi pusat edukasi dan agrowisata terpadu. Proyek ini melibatkan Kelompok Tani Harapan Baru, yang mulai menanam 2.500 bibit buah naga pada Selasa, 15 April 2025. Diversifikasi ini menyediakan sumber pendapatan baru dan stabil bagi masyarakat setempat yang dulunya menggantungkan hidup pada sektor tambang.
Di sisi ketenagakerjaan, ribuan pekerja tambang yang kehilangan pekerjaan harus mendapatkan bekal keterampilan baru. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) Samarinda telah menyelenggarakan Program Re-Skilling selama enam bulan, yang fokus pada keahlian seperti teknisi energi surya, pengolahan hasil pertanian, dan pemandu ekowisata. Dalam periode Mei hingga November 2024, sebanyak 500 mantan pekerja tambang telah mengikuti program ini. Langkah ini krusial untuk memastikan bahwa keahlian teknis yang mereka miliki dapat dialihkan ke sektor yang mendukung Industri Hijau, sekaligus memperkuat Kemandirian Finansial mereka.
Transformasi Ekonomi Lokal juga membutuhkan regulasi yang mendukung investasi hijau. Perusahaan tambang yang beroperasi harus memenuhi kewajiban rehabilitasi secara ketat. Pada Rabu, 22 Januari 2025, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten tersebut, Bapak Andi Firmansyah, menertibkan area bekas tambang yang tidak memenuhi standar reklamasi, menegaskan komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan. Dengan menggabungkan rehabilitasi lingkungan, pembangunan kapasitas SDM, dan diversifikasi sektor berbasis potensi lokal yang ramah lingkungan, wilayah pasca-tambang dapat bangkit menjadi pusat pertumbuhan baru yang menjamin masa depan ekonomi yang lestari dan mandiri.