Revisi UU Minerba: Mengapa Regulasi Pertambangan Harus Lebih Pro Lingkungan dan Rakyat?

Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) adalah keharusan mendesak yang mendefinisikan masa depan lingkungan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Regulasi pertambangan harus bergeser dari sekadar fokus ekonomi ke perlindungan ekologis dan sosial. Keseimbangan ini adalah kunci pembangunan berkelanjutan yang sesungguhnya.

Argumentasi utama untuk revisi UU Minerba adalah dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Kegiatan pertambangan seringkali meninggalkan kerusakan lahan, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Hukum wajib memberikan Perlindungan Mutlak terhadap ekosistem yang rapuh, bukan sekadar denda minimal.

Secara sosial, konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat adat atau lokal menjadi isu kronis. UU Minerba harus diperkuat untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan (FPIC—Free, Prior, and Informed Consent) dihormati. Hak-hak rakyat tidak boleh dikorbankan demi kepentingan korporasi.

Revisi UU Minerba juga harus memperketat mekanisme pasca-tambang. Kewajiban reklamasi lahan harus dilakukan secara serius dan transparan, bukan hanya di atas kertas. Negara harus menjamin bahwa bekas lahan tambang dikembalikan fungsinya, setidaknya mendekati kondisi semula.

Pemerintah wajib mengatur royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pertambangan agar lebih adil dan transparan. Dana ini harus dikembalikan secara signifikan kepada daerah penghasil untuk mendanai pembangunan lokal dan pemulihan lingkungan yang rusak akibat aktivitas pertambangan.

Transparansi izin pertambangan adalah elemen penting dari UU Minerba yang pro-rakyat. Semua data perizinan, kontrak, dan kepatuhan lingkungan harus dapat diakses publik. Keterbukaan ini adalah kunci untuk mencegah praktik korupsi dan kolusi yang merugikan negara.

Dalam konteks energi terbarukan, UU Minerba harus mengatur batubara secara ketat. Perlu adanya peta jalan yang jelas dan mengikat untuk transisi energi, secara bertahap mengurangi ketergantungan pada batubara. Regulasi ini mendukung komitmen iklim global Indonesia.

Ketegasan sanksi hukum bagi pelanggar juga harus ditingkatkan. Sanksi pidana dan denda yang dikenakan kepada perusahaan yang melanggar aturan lingkungan atau hak masyarakat harus bersifat jera. Tanpa sanksi yang kuat, perusahaan akan cenderung mengabaikan aspek kepatuhan.

Kesimpulannya, revisi UU Minerba adalah keharusan strategis untuk memastikan sumber daya alam dieksplorasi demi kepentingan bangsa, bukan segelintir elite. Regulasi yang baru harus menempatkan lingkungan dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dan mutlak di atas keuntungan jangka pendek.